Lebih dari 16.000 Anak Tewas di Gaza Sejak Perang Meletus, Laporan Otoritas Kesehatan

Gaza, Palestina – Konflik berkepanjangan yang telah mengguncang Jalur Gaza sejak akhir 2023 terus menimbulkan dampak kemanusiaan yang sangat besar. Salah satu dampak paling memilukan dari perang ini adalah tingginya jumlah korban jiwa di kalangan anak-anak. Menurut laporan terbaru dari Kementerian Kesehatan di Gaza, lebih dari 16.000 anak telah kehilangan nyawa sejak awal perang meletus.

Laporan ini memperkuat keprihatinan komunitas internasional terhadap eskalasi kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut dan menyoroti besarnya penderitaan warga sipil, khususnya anak-anak, yang menjadi korban dari konflik bersenjata antara Israel dan kelompok Hamas.

Konteks Perang yang Mematikan

Perang yang kembali pecah pada bulan Oktober 2023 dipicu oleh serangan mendadak yang dilakukan Hamas ke wilayah Israel selatan, yang kemudian dibalas dengan operasi militer besar-besaran oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) ke Jalur Gaza. Sejak saat itu, wilayah Gaza mengalami pengeboman intensif, blokade ketat, serta gangguan total terhadap layanan dasar seperti air bersih, listrik, dan akses kesehatan.

Sebagai wilayah yang padat penduduk dan terbatas dalam mobilitas karena blokade darat, laut, dan udara, Gaza tidak memiliki infrastruktur yang cukup untuk menampung dan melindungi warganya dari serangan bersenjata berskala besar. Anak-anak, yang mencakup sekitar 47% dari populasi Gaza, menjadi kelompok paling rentan dalam situasi ini.

Angka Kematian Anak yang Mengkhawatirkan

Menurut data dari Kementerian Kesehatan di Gaza, dari total lebih dari 37.000 warga sipil yang tewas sejak konflik kembali memanas, sekitar 16.000 di antaranya adalah anak-anak. Ini berarti hampir setengah dari semua korban jiwa adalah anak TRISULA 88 di bawah umur. Laporan juga menyebutkan ribuan anak lainnya mengalami luka berat, trauma psikologis, hingga kehilangan anggota keluarga.

Angka ini tidak hanya mencerminkan tingkat kekerasan yang ekstrem, tetapi juga menunjukkan kurangnya perlindungan terhadap anak-anak dalam konflik yang melibatkan penggunaan senjata berat dan pengeboman udara.

Dampak Psikologis dan Sosial

Selain korban jiwa, anak-anak yang selamat dari serangan juga menghadapi konsekuensi jangka panjang. Mereka harus hidup dalam ketakutan konstan, menghadapi kehilangan orang tua, saudara, dan teman sebaya. Banyak dari mereka kini tinggal di kamp pengungsian yang penuh sesak tanpa fasilitas pendidikan, sanitasi, maupun layanan kesehatan yang memadai.

Organisasi-organisasi kemanusiaan seperti UNICEF dan Save the Children telah memperingatkan bahwa kondisi ini berpotensi menimbulkan “generasi yang hancur” akibat trauma perang dan kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar. Mereka juga melaporkan peningkatan kasus gangguan stres pascatrauma (PTSD) di kalangan anak-anak Gaza yang menyaksikan kekerasan secara langsung.

Reaksi Internasional

Laporan ini memicu gelombang reaksi dari berbagai pihak di komunitas internasional. Namun, respons dari negara-negara besar dan Dewan Keamanan PBB masih terpecah. Sementara beberapa negara menyerukan gencatan senjata segera dan penyelidikan independen terhadap kemungkinan pelanggaran hukum humaniter internasional, yang lain menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri.

Seruan Kemanusiaan dan Perlindungan Anak

Mereka menekankan bahwa anak-anak bukanlah target perang dan harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan. Seruan juga datang dari masyarakat sipil global melalui berbagai aksi solidaritas, kampanye media sosial, dan penggalangan dana untuk membantu anak-anak dan keluarga yang terdampak perang di Gaza.

Kesimpulan

Anak-anak Gaza berhak atas kehidupan yang damai, aman, dan layak, seperti halnya anak-anak di belahan dunia lainnya. Dunia internasional dituntut untuk tidak tinggal diam dan segera bertindak dalam mengakhiri kekerasan dan memulihkan hak-hak dasar generasi masa depan Palestina.

By admin